Site icon SIN Sulteng

Sosialisasi Prokes 5M Pendekatan Budaya

Sosialisasi Prokes 5M Pendekatan Budaya (kemenag.go.id)

Banyuwangi — Di masa digital dewasa ini, arus informasi semakin deras dan cepat sampai. Dalam hitungan detik kabar di ujung penjuru bumi dapat diketahui oleh pihak lain. Di antaranya adalah berita tentang lonjakan kasus aktif Covid-19 di Indonesia yang tembus diatas satu juta. Negara lain akan melihat Indonesia sebagai wilayah yang masih mempunyai masalah dalam menghentikan laju pandemi ini.

Akibatnya, hal ini akan memperburuk kondisi ekonomi, iklim investasi, pendidikan, sosial, agama dan lainnya. Di  Amerika banyak Investor yang hengkang memindahkan perusahaannya ke China, bisa jadi juga berpengaruh di sini. Saudi menutup penerbangan dari 20 Negara termasuk Indnesia. Hal ini jika terus berlangsung sampai musim haji, akan sangat merugikan bagi warga Negara Indonesia, khususnya Umat Islam yang hendak menunaikan ibadah

Kementerian Agama yang merupakan elemen pemerintah sangat berkepentingan dalam misi kemanusiaan ini. Menteri Agama dan jajarannya ikut berusaha mencegah  terjadinya penyebaran paparan virus. Instruksi Nomor: 01 tahun 2021 tentang Gerakan Sosialisasi Penerapan Protokol Kesehatan (5M) diterbitkan. 5M sendiri merupakan upaya protokol kesehatan yang meliputi: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membatasi mobilitas dan interaksi, serta menjauhi kerumunan.

Ada tujuh pihak yang diperintah dalam instruksi tersebut.  Mereka adalah  Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama Pusat, Rektor / Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, Kepala Kanwil Provinsi dan Kankemenag Kab/Kota, Kepala Madrasah, Kepala KUA, Penyuluh Agama, dan seluruh Aparatur Sipil Negara Kemenag.

ASN Kemenag diminta untuk menjadi teladan dalam penerapan 5M pada setiap aktivitas di kantor maupun di luar kantor. Di samping itu, ASN diwajibkan melaksanakan sosialisasi dan penerapan disiplin protokol kesehatan di lingkungan satkernya masing-masing. Baik dengan secara pribadi, maupun dengan cara  melibatkan tokoh agama dan masyarakat. Mereka  juga diminta meniadakan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan banyak orang.

KUA dan Penyuluh agama disebut secara khusus dalam Instruksi, karena keduanya merupakan unsur Kementerian Agama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. KUA melayani masyarakat di bidang urusan keagamaan, sedangkan penyuluh bertugas mendampingi kelompok binaan dan majelis taklim. Kepada merekalah tugas ini dibebankan.

Peran KUA dan Penyuluh agama menjadi sangat strategis dan penting; mereka mempunyai peluang dan kesempatan melaksanakan tugas mulia ini. Keteladanan dan upaya KUA beserta penyuluh agama ditegaskan sebagai tulang punggung, back bone,  dalam upaya penegakan prokes 5 M. Oleh karena itu, perlu ada pendekatan baru. Salah satunya adalah melalui budaya.

Pendekatan struktural selama ini sudah dilaksanakan oleh Negara. Dari jajaran kementerian pusat, sampai ke tingkat desa bekerja dan berusaha meminimalisasi penyebaran. Ormas dan berbagai institusi ikut membantu sosilisasi. Namun, seiring dengan berjalan waktu, semakin banyak infeksi yang dilaporkan. Di sisi lain,mMasyarakat sudah mulai abai, bosan, dan engggan mematuhi prokes 3 M. Ini adalah gambaran prilaku masyarakat kita.

Mengubah budaya masyarakat yang kurang memperhatikan protokol kesehatan tidaklah mudah. Karena  berkaitan dengan perubahan sikap, prilaku dan tata nilai yang dianut seseorang. Oleh karena itu, sentuhan budaya yang dapat menyentuh perasaan dan hati mereka sangat diperlukan.

Kesuksesan para pendakwah Agama Islam periode kedua, yaitu walisongo dapat kita jadikan role model. Mereka mengajak masyarakat memeluk agama Islam lebih cepat dalam hitungan puluhan tahun, ketimbang periode sebelumnya yang sampai ratusan tahun.

Tata laku dan aktivitas yang kita lakukan sehari-hari 95 persennya dikontrol oleh pikiran bawah sadar. Setiap memori yang sudah terekam di pikiran bawah sadar membuat kita bisa bergerak dan melakukan apapun secara otomatis. Inilah peluang para ASN Kemenag baik KUA, Penyuluh maupun lainnya mengaktifkan alam bawah sadar masyarakat untuk menjalankan prokes 5M.

Kebiasaan adalah alam bawah sadar. Dalam bahasa agamanya disebut istiqamah atau kontinnyu. Menurut pendapat pakar psikologi dan ilmu syaraf kebiasaan seseorang akan terbentuk setelah mengulang hal yang sama selama 21 hari. Setelahnya itu akan terprogram secara otomatis di pikiran bawah sadar. Seandainya ingin menjadi orang yang rajin mengaji, maka paksakan saja diri untuk mengaji minimal 1 jam sehari selama 21 hari. InsyaAllah akan terprogram secara otomatis untuk melakukannya seolah tanpa ada beban sama sekali.

Tentu saja ini bisa membawa dampak positif dalam upaya gerakan sosial penerapan protokol kesehatan. Penghulu, Penyuluh dan ASN lainnya yang  berkompeten dapat melakukan pencucian otak, brain washing, masyarakat, agar secara alam bawah sadar mereka menarik secara otomatis untuk melaksanakan prokes. Pendekatan budaya dapat melalui nilai agama dan seni.

Salah satu sentuhan perasaan  masyarakat adalah nilai agama. Kita ambil contoh Ibadah haji. Masyarakat kita sangat senang apabila dapat melaksanakan rukun Islam kelima yakni haji. Namun pelaksanaan haji juga ditentukan oleh aturan Kerajaan Saudi. Apabila Saudi tidak mengijinkan warga sebuah negara masuk kesana karena pandemi, maka yang rugi Umat Islam sendiri. Mereka tidak bisa melaksanakan ibadah haji. Point ini perlu disampaikan secara masif kepada masyarakat; bahwa melaksanakan prokes mempunyai nilai ibadah yakni mensukseskan ibadah haji. (*/cr6)

Sumber: (kemenag.go.id)

Exit mobile version